Ketika Kubebas Menatap Wajahmu

Ketika Kubebas Menatap Wajahmu
Ketika Kubebas Menatap Wajahmu


Ini adalah sebuah kisah yang dapat kita ambil pelajarannya.
Pagi sekali aku berangkat kuliah dengan motor tuaku. Hanya sekitar 5 menit, akupun sudah sampai di kampus tempat aku kuliah. Kemudian aku mendengar suara seseorang yang memberi salam kepadaku.
"Assalamu'alaykum Rudi. Apa kabar ?"
Ternyata yang menyapa tersebut ialah sahabatku Haris. Akupun menjawab salamnya.
"Wa'alaikumussalam. Alhamdulillah baik. Bagaimana dengan kabarmu Akh Haris ?"
"Alhamdulillah akupun baik."
Kamipun terus melanjutkan ngobrol sembari beranjak menuju kelas. Ya memang kami adalah satu kelas di Program Studi S1 Teknik Informatika di salah satu Universitas terbaik di Yogyakarta.
Dalam perjalanan kami menuju kelas, kami sering berpapasan dengan Mahasiswi di kampus tersebut. Dan ketika itu juga, aku selalu menundukkan pandanganku agar tidak menatap mereka. Setelah itu, sahabatku Haris bertanya kepadaku.
"Wahai Rudi ! Kenapa setiap kita berpapasan dengan Mahasiswi kamu selalu menundukkan pandanganmu ? Aku lihat mereka cantik kok."
"Bukan masalah cantik gak canti Akh. Tapi aku takut dengan dosa zina yang akan aku dapatkan jika aku menatap mereka. Mataku akan berzina, kemudian hati dan pikirankupun akan mengikutinya. Berapa banyak coba dosa zina yang akan aku dapat ? Itu baru satu wanita. Bagaimana dengan banyak wanita ? Dan menundukkan juga adalah perintah Allah. Maka tidak ada pilihan bagiku selain mentaatinya"
"Oh gitu. Ya terserah kamu sajalah. Aku mau jadi manusia yang normal saja."
"Aku lebih memilih menjadi manusia yang normal di mata Allah daripada menjadi manusia yang normal di mata kebanyakan manusia. Karena aku menjadi benar untuk Allah bukan untuk manusia."
"Ohh . . "
Kamipun tidak mengobrol lagi sampai ke kelas.
Saat siang hari akupun melaksanakan Shalat Dzuhur. Setelah selesai Shalat akupun berdo'a. Dalam do'aku akupun bersyukur karena dimudahkan dalam menjaga pandanganku terhadap wanita. Aku juga berdo'a agar senantiasa mampu istiqomah dalam ketaatan tersebut.
Namun setan mempunyai banyak cara dalam menggoda hambanya. Ketika dalam kehidupan nyata aku mampu menjaga pandangan ini. Lain cerita di dunia Sosial Media. Aku sangat sedih ketika memasuki dunia Sosial Media. Karena aku sangat sulit untuk menjaga pandangan ini, aku seperti tidak mampu.
Ketika di dunia nyata aku malu untuk menatap wanita. terlebih yang sudah berhijab syar,i. Di Sosial Media aku seringkali tidak merasakan hal tersebut. Seringkali aku bebas menatap wajah-wajah wanita yang terpampang jelas di sosial media. Seringkali aku senyum melihat Akhwat berhijab Syar'i yang sangat cantik. Seperti tidak ada batas untuk tidak menatap mereka,
Jika di dunia nyata aku malu menatap karena mereka juga akan melihat jika aku menatap mereka. Namun di dunia Sosial Media seperti Facebook, Instagram, dan lain sebagainya itu beda. Jika aku menatap mereka mereka tidak tahu jika aku menatap mereka. Mereka tidak tahu jika aku senyum kepada mereka. Dan itu menyebabkan tidak muncul rasa malu di dalam hatiku.
Aku sering berkata, "Apakah wanita-wanita yang memajang fotonya di dunia maya tidak tahu jika aku dan para lelaki lainnya bebas menatap mereka ?"
"Apakah mereka tidak tahu jika aku bersedih karena sulit menahan pandanganku di dunia maya ?"
"Apakah mereka tidak tahu, foto mereka menjadi penyebab banyak orang-orang yang sulit taat kepada Allah ?"
"Apakah mereka tidak tahu jika mereka akan menjadi lumbung dosa dengan banyaknya laki-laki yang menatap foto mereka ?"
"Ya Allah sadarkanlah mereka ! Sadaarkanlah mereka ! Agar aku dan mereka dan para lelaki tidak bergelimang dosa zina ya Allah !"
Jika tersampaikan, aku sangat ingin berterima kasih kepada wanita yang menjaga dirinya untuk tidak memajang foto di sosial media. Aku ingin berterima kasih kepada mereka karena mereka telah menjaga aku dan para lelaki dari zina. Dan menjaga kami agar terus dalam ketaatan kepadamu Ya Allah.
Semoga kisah dapat bermanfaat.
Maaf jika ada kata yang salah dari saya.
Semoga kita senantiasa dilindungi oleh Allah dari dosa Zina.
Penulis : Sofian Slamet Utomo
Previous
Next Post »