Penjelasan Kedudukan Air - Madzhab Syafi'i

Penjelasan Kedudukan Air - Madzhab Syafi'i
Penjelasan Kedudukan Air - Madzhab Syafi'i


Bismillah . .

Sebelumnya kita telah mempelajari Macam-Macam Air. Kemudian dibawah ini adalah kelanjutan dari artikel tersebut.

Penjelasan :

1. Dasar kesucian air muthlaq adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari (217) dan selainnya dari Abu Hurairah RA, dia berkata bahwa seorang Arab Badui kencing di masjid. Kemudian orang-orang menghampirinya untuk menghardiknya. Maka Nabi SAW bersabda,


دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

Biarkanlah dia dan siramkanlah seember air di tempat kencingnya itu. Seseungguhnya kalian diutus untuk menjadi orang-orang yang memudahkan, bukan jadi orang-orang yang menyusahkan.

Maksud menghardiknya adalah memperingatkanya dengan perkataan dan perbuatan.

2. Air musyammas adalah air yang dipanaskan dalam bejana logam dengan memakai panas matahari. Menurut sebuah pendapat, sebab kemakruhannya adalah karena bisa menyebabkan penyakit kusta atau lebih. Hukum makruhnya hanya berlaku jika digunakan untuk badan di negeri yang panas, seperti Hijaz.

3. Air musta'mal adalah air yang telah dipakai (bekas) untuk menghilangkan hadats. Dalil kesuciannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari (191) dan Muslim (1616) dari Jabir bin Abdillah RA, dia berkata, "Rasulullah mendatangiku ketika aku sakit dan hampir tidak sadarkan diri. Beliau berwudhu dan menuangkan air bekas wudhunya kepadaku."

Maksud hampir tak sadarkan diri adalah karena parahnya sakit yang diderita. Jika airnya tidak suci, maka beliau tidak akan menuangkannya kepada Jabir bin Abdillah.

Dalil bahwa air musta'mal tidak menyukan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (283) dan selainnya dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda,

                                                                                                                لاَ يَغْتَسِلُ أَحَدُكُمْ فِى الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ

Janganlah salah seorang di antara kalian mandi di air yang tergenang (tidak mengalir) ketika dalam keadaan junub.

Para sahabat bertanya, "Wahai Abu Hurairah, apa yang harus dilakukan ?" Dia menjawab, "Orang tersebut harus mengambil air seciduk demi seciduk."

Hadits ini menunjukkan bahwa mandi di air tersebut akan menghilangkan kesuciannya. Jika hukumnya tidak seperti itu, maka ia tidak akan dilarang. Hukum wudhu dalam hal ini sama dengan hukum mandi karena hakikatnya sama, yaitu menghilangkan hadats.

4. Termasuk suci air namun tidak menyucikan adalah air yang berubah karena bercampur dengan benda-benda suci lainnya. Benda suci di sini maksudnya adalah benda yang biasanya tidak dibutuhkan oleh air dan tidak mungkin memisahkannya jika telah bercampur dengan air. Misalnya misk, garam, dan lainnya. Semua tidak menyucikan karena ia tidak dinamakan air lagi dalam keadaan seperti ini.

5. Mengenai air yang jumlahnya tidak sampai 2 qullah, imam hadits yang lima meriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA, dia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika beliau ditanya tentang air yang berada di padang pasir yang diminum oleh binatang-binatang ternak. Beliau menjawab,

                                                                                                                         إِذَا كَانَ المْاَءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الخَبَثَ

Jika airnya mencapai dua qullah, maka ia tidak mengandung najis.

Dalam lafazh Abu Dawud (65) dikatakan, "Ia tidak menjadi najis."

Binatang buas adalah setiap hewan yang memiliki tarimg yang digunakan untuk memburu hewan lainnya.

Kesimpulan hadits ini adalah jika air tidak sampai dua qullah, maka ia menjadi najis walaupun tidak berubah. Pemahaman ini ditunjukkan oleh hadits riwayat Muslim (278) dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersadba,

                                     إذا استيقظ أحدكم من نومه فليغسل يديه قبل أن يدخلهما في الإناء ثلاثا فإن أحدكم لا يدري أين باتت يده

Jika salah seorang diantara kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah memasukkan tangannya ke dalam bejana sampai mencucinya tiga kali karena dia tidak tahu di mana tangannya bermalam.

Orang yang bangun tidur dilarang memasukkan tangannya ke dalam bejana karena khawatir tangannya kotor oleh najis yang tidak kelihatan. Sebagaimana diketahui, najis yang tidak kelihatan tidak akan menyebabkan air berubah. Jika bukan karena najis yang tidak kelihatan itu menyebabkan air menjadi najis hanya dengan persentuhannya, maka hal ini tidak akan dilarang.

6. Dalil najisnya air yang bercampur benda najis dan jumlahnya tidak sampai dua qullah atau mencapai dua qullah namun berubah adalah ijma'. Dikatakan dalam Al-Majmu' bahwa Ibnul Mundzir mengatakan, "Para ulama bersepakat bahwa air yang sedikit atau banyak bercampur dengan najis, kemudian mengubah rasa, warna, atau baunya, maka air itu najis."

Adapun hadits,

                                                                                  الماء طهور إلاّ أن تغيّر ريحه أو طعمه أو لونه بنجاسة تحدث فيه 

Air itu thahuur (suci dan mensucikan) , kecuali jika berubah rasanya,baunya,dan warnanya karena najis yang terjatuh ke dalamnya.

Hadits ini dhaif sekali. Imam Nawawi RH mengomentarinya, "Tidak sah berhujjah dengan hadits ini." Dia melanjutkan, "Imam Syafi'i menukil kadha'ifannya dari ulama yang ahli dalam bidang hadits." (Al-Majmu' 1/60)

7. 2 qullah kira-kira sepadan dengan 190 liter atau luas kubus yang panjang sisinya 58 cm.

Penulis : Sofian Slamet Utomo

Sumber : Fikih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-Hukum Islam Madzhab Syafi'i Penjelasan Matan Abu Syuja'. Karya DR. Musthafa Dib Al-Bugha.



Previous
Next Post »